contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

أَهْلَا وَسَهْلًا بِحُضُوْرِكُمِ عَلىَ مِفْتَاحِ إِقْتِصَاُدنَا بِلُوْغْسِفُوْتِ. قَدْ تَكُوْنَ مُفِيْدَةٌ، إِنْشَاءَاللهِ

Welcome on Miftah Iqtishoduna's Blogspot. Have be Useful for Us, Enshallaah.
Rabu, 21 Januari 2015

Oleh : Miftahuddin 

Sistem fiat money (mata uang kertas TANPA disandarkan kepada benda berharga seperti emas dan perak,hanya berdasarkan keputusan pemerintah) membawa penyakit bawaan sejak lahir, diantaranya yaitu seigniorage dan interest rate (bunga). Setiap pemerintah mencetak uang baru maka akan menurunkan nilai riil uang tersebut, besarnya penurunan nilai tersebut yang disebut seigniorage (dalam bahasa ekonomi, pendapatan negara dari inflasi). Siapa yang menanggung seigniorage? jawabannya adalah setiap orang yang mempunyai uang tersebut. Semisal saat ini Nju Marpuah mempunyai uang sejumlah 1 juta rupiah di dompetnya,
tiba-tiba besoknya pemerintah mencetak/menambah uang baru sehingga menurunkan nilai uang sebesar 5%. Sebelum pemerintah mencetak uang baru, 1 juta rupiah bisa membeli telepon genggam (HP) merk Indroit, gara-gara ada seigniorage maka produsen HP Indroit tersebut menyesuaikan harga produksi dan keuntungan dengan cara menaikkan harga jual minimal sebesar 5% (inflasi). Apa yang terjadi dengan uang 1 juta di dompet Nju Marpuah? tentu saja tidak bisa membeli HP Indroit tersebut lagi. Inilah yang disebut penurunan nilai uang. Keuntungan terhadap adanya seigniorage (cetakan uang baru) dianggap sebagai pemasukan negara yang diambil dari beban yang harus ditanggung semua pemegang uang. Jika kita meminjamkan uang kepada teman kita lalu ada seigniorage,  maka akan mengakibatkan uang yang dikembalikan nilainya berubah meskipun jumlahnya tetap sama. Nilai disini adalah kemampuan untuk membeli (sebagai medium of exchange). Logika ini pula lah yang digunakan baik bank konvesional dan bank “syariah” untuk memberikan kredit dengan memprediksi perubahan nilai uang beberapa tahun kedepan (dengan memprediksi inflasi/deflasi).Perbedaannya, bank konvesional sangat kondisional menyesuaikan pergerakan inflasi tahunan, sedangkan bank “syariah” dengan asumsi inflasi tertinggi sebagai patokan tambahan nilai harga dan membuatnya tetap setiap tahun. Terjawablah, kenapa jika menggunakan jasa kredit Bank “syariah” lebih mahal daripada bank konvesional. Bank menggunakan tingkat bunga sebagai tambahan harga yang menghubungkan masa kini dan masa depan. Ketidakstabilan nilai uang akan mengakibatkan tidak stabilnya kebijakan penetapan tingkat bunga. Kondisi ideal (yang terbaik) sebuah negara adalah kondisi dengan tingkat bunga 0%. Hal tersebut juga menunjukkan kestabilan nilai uang sebuah negara. Contoh dampak buruk dari seigniorage lainnya adalah pergerakan/pergeseran rasa keberhargaan uang rupiah. Kita bisa bandingkan 100 rupiah sekarang dengan 20 tahun yang lalu. Atau contoh terburuk dari seigniorage bisa kita lihat sekarang di Negara Zimbabwe, dimana pemerintahnya suka mencetak uang baru sehingga rakyatnya untuk membeli 1 ekor ayam saja harus membawa uang 2 milyar dolar Zimbabwe. Mata uang dolar Zimbabwe sungguh sangat tidak berharga. Salah satu kompensasi pemerintah terhadap adanya seigniorage ini adalah dengan menaikkan interest rate (bunga bank). Bank mempunyai peranan penting dalam sistem fiat money, karena uang yang hanya ada di bank yang akan di berikan interest rate tersebut. Sedangkan uang yang ada di dompet, di balik bantal, dilemari atau dimanapun berada selain di bank yang memberikan bunga pasti akan terkena dampak seigniorage dan tidak mendapat kompensasi tersebut. Selain itu, interest rate juga untuk mengontrol jumlah uang yang beredar. Jika uang yang beredar sangat banyak (melampui jumlah permintaan) akan mengakibatkan inflasi. Dengan tingginya nilai bunga akan menarik minat pemegang uang untuk menitipkan uangnya di bank sehingga mengurangi uang beredar dan memudahkan pemerintah untuk mengontrol inflasi. Interest rate (bunga) merupakan alat utama pemerintah dalam kebijakan keuangan dalam sistem fiat money. Dari sedikit penjelasan tentang seigniorage dan interest rate diatas tentu saja bahwa sistem fiat money sangat bertolak belakang dengan Islam yang mengharamkan ribawi. Hal ini akan menjadi dilema yang terus menerus dihadapi oleh setiap muslim yang hidup di suatu negara yang menerapkan sistem fiat money. Kabar terburuknya, sejak The Great Depression 1929 negara-negara di dunia mulai satu persatu dengan terpaksa meninggalkan sistem Gold Standart dan pada tahun 1971 secara resmi Amerika mengumumkan pemberlakuan sistem fiat money bagi semua negara. Sekarang, tidak ada satu pun negara yang menerapkan sistem Gold Standart, satu-satunya sistem mata uang yang tidak mempunyai penyakit seigniorage dan tidak butuh interest rate.

Di era ini, meskipun kita mencoba lari dari ribawi, tetap masih kena debunya. Solusi radikalnya adalah kembali kepada sistem gold standart.
“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya.” (HR Ibnu Majah, HR Sunan Abu Dawud, HR. al-Nasa’i dari Abu Hurairah).

0

0 komentar:

Posting Komentar

Islamic Economy Knowledge (اَلْإِقْتِصَادِيَةُ)

Calender

Prayer Time

Guestbook

Comment Form is loading comments...

Translate

Followers

Blogroll

Elephant

Twitter Mouse

Stars Cursor

Fish Cursor

Guppy Fish