Metodologi Pengembangan Ilmu Ekonomi Islam
Metodologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari metode yang digunakan dalam
suatu kegiatan ilmiah tertentu guna mencapai sesuatu asas dan kebijakan[1].
Dengan demikian metodologi ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari mengenai sistematika pengalian ilmu ekonomi Islam guna
mencapai sesuatu asas dan kebijakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
normatif dan positif syariah Islam dalam upaya mencapai suatu
kemanfaatan bersama.
Para
ekonom muslim telah banyak melakukan kajian tentang metodologi ilmu
ekonomi Islam. Masing-masing memiliki pendekatan berbeda namun tujuannya
tetap sama. Sehingga hal ini menyebabkan terdapatnya beberapa mazhab
dalam ekonomi Islam[2]. Perbedaan
cara pandang ini memiliki konsekuensi yang berbeda pula dalam hal
metodologi. Ada para ahli ekonomi Islam yang mengunakan metode deduksi
dengan merumuskan langsung dari sumber utama ekonomi Islam yakni
Al-Quran dan As-Sunnah dan menolak teori
ekonomi positif yang ada. Namun ada juga para ahli ekonomi Islam lainnya
yang mengunakan pendekatan kedua-duanya yakni dengan pendekatan deduksi
dan induksi atau pemikiran restrospektif. Bagaimanapun juga metodologi
ilmu ekonomi Islam sudah mulai mengelinding dan dapat kita rasakan
perkembangannya. Perdebatan-perdebatan seputar prinsip-prinsip dan
hakekat ilmu ekonomi Islam -yang nantinya terkait dengan metodologinya-
seperti apakah ekonomi Islam itu suatu ilmu pengetahuan
yang normatif, positif atau kedua-duanya?. Apakah teori ekonomi Islam
diperlukan, mengingat tidak adanya suatu ekonomi Islam yang aktual ?,
dan juga apakah ilmu ekonomi Islam merupakan suatu sistem atau suatu
ilmu pengetahuan?, juga sudah dijawab oleh beberapa ahli ekonomi Islam[3].
Menurut
Muhammad titik tolak ekonomi Islam mestilah dimulai dari rukhul Islam,
yakni hasil abstraksi pemahaman ajaran Islam secara menyeluruh dan
mendalam yang mendasari amar makruf dan nahi ’anil mungkar serta amal
ilmiah dan amaliah, atau dengan kata lain rukhul Islam adalah sebagai cara hidup atau ideologi[4].
Hal senada juga diungkapkan oleh Eko Suprayitno bahwa suatu sistem yang
mendukung ekonomi Islam seharusnya diformulasikan berdasarkan pandangan
Islam tentang kehidupan[5].
Langkah selanjutnya setelah rukhul Islam adalah mengumpulkan
dalil-dalil yang relevan dengan ekonomi Islam atau biasa yang disebut
dengan postulat. Dalam ekonomi Islam sumber postulatnya adalah dari
Al-Quran dan As-Sunnah.
Lebih
lanjut Muhammad menyarankan beberapa langkah-langkah kerja ilmiah
penyusunan ilmu ekonomi Islam. Langkah-langkah kerja tersebut mengikuti
langkah kerja metodologi ilmu pengetahuan umum, adapun langkah-langkah
tersebut terdiri dari ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi
merupakan teori tentang ada dan realitas, yang merupakan apa atau
sesuatu yang ingin kita ketahui dan sampai berapa jauh untuk mendapatkan
kebenaran,m atau dengan kata lain, ontologi merupakan pengkajian
mengenai teori yang sudah ada. Sedangkan epistemologi adalah cabang
filsafat yang membahas secara mendalam segenap proses untuk memperoleh
ilmu pengetahuan atau dengan kata lain upaya untuk menyusun teori baru.
Sedangkan yang terakhir aksiologi adalah teori mengenai ilmu, apa
gunanya ilmu itu bagi kita. Ketiga-tiganya merupakan proses yang
berkesinambungan secara urut untuk mencapai tujuan atau hasil[6].
Ekonomi Mikro Islam : Dari mana Kita mulai?
Untuk
memulai mengembangkan ekonomi mikro Islam baik pada tataran teori
maupun aplikasi dapat kita gunakan tiga objek pengembangannya. Objek
pertama apa yang penulis sebut dengan software (perangkat lunak) yang berisikan tentang pengembangan teori ekonomi mikro Islam. Objek yang kedua adalah hardware
(perangkat keras) yang berisikan tentang sarana dan prasarana yang
dibutuhkan untuk pengembangan ekonomi mikro Islam dan terakhir adalah brainware
(pemikir/pelaksana) yang berisikan tentang orang-orang yang siap secara
totalitas mengembangkan ekonomi mikro Islam. Ketiga objek atau komponen
ini mestilah dibangun secara simultan dan saling memiliki
ketergantungan antara komponen yang satu dengan yang lainnya. Di bawah
ini kita akan bahas satu persatu dari masing-masing komponen tersebut.
Perumusan Teori Ekonomi Mikro Islam (Software)
Hingga
saat ini dalam berbagai literatur-literatur ekonomi Islam belum dapat
kita jumpai teori baku tentang ekonomi mikro Islam. Hal ini disebabkan
oleh perkembangan ilmu ekonomi Islam yang masih relatif muda, tidak
sebagaimana dengan ilmu ekonomi konvensional yang sudah eksis dalam
kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu rasanya upaya menuju
perumusan teori ekonomi mikro Islam yang bisa diterima umum, dan
sekaligus bersifat apllicable.
Bentuk-bentuk teori ekonomi mikro Islam dapat berupa teori permintaan dan penawaran, teori prilaku konsumen (consumer behaviour),
teori produksi dan biaya produksi, teori harga, teori konsumsi,
mekanisme pasar Islami, Efisiensi alokasi, distribusi pendapatan dan
lain sebagainya. Sebahagian dari teori-teori ini sudah mulai disusun
oleh para ahli ekonomi Islam dan sudah menjadi tema-tema diskusi dalam
berbagai seminar-seminar ekonomi Islam. Namun teori-teori tersebut
belumlah dapat kita katakan sudah lengkap sebagaimana selengkap ekonomi
mikro konvensional hal ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama, teori
tersebut belumlah diterima secara umum -karena masih banyaknya terdapat
perbedaan dari para ahli ekonomi Islam-. Kedua, pembahasan
teori mikro Islam masih belum menyentuh seluruh aspeknya baik dari sisi
filosofisnya, asumsi yang dibangun, dalil yang digunakan dan alat
analisis seperti formula matetamik, kurva dan lain-lain yang masih belum
tegak secara sempurna. Oleh karena itu upaya untuk menyusun teori-teori
ekonomi mikro Islam tidak boleh kita hentikan. Karena tesis-tesis yang
telah dibangun selama ini jika dibenturkan dengan anti-tesis-anti tesisi
yang baru akan melahirkan sintesa yang lebih wujud dan teruji sehingga
akan membuat teori ekonomi mikro Islam lebih baik dari waktu kewaktu.
Secara
definisi, teori adalah ”susunan konsep dalil, definisi yang menjelaskan
secara sistematis gambaran fenomena alam, yang menjelaskan hubungan
antara variabel dengan variabel lainnya dan dapat digunakan untuk
meramalkan fenomena yang mungkin muncul”[7].
Ekonomi mikro Islam tidak mungkin menghindar dari sebuah definisi ilmu
pengetahuan. Layaknya sebuah ilmu pengetahuan hendaklah ekonomi mikro
Islam memiliki berbagai teori, postulat, konsep, asumsi, dalil dan lain
sebagainya. Konsekuensi dari semua ini adalah bahwa penyusunan teori
ekonomi mikro Islam mestilah menjalani proses penelitian yang memiliki
standarisasi ilmiah serta menjalani setiap tahapan-tahapannya. Di dalam
berbagai literatur-literatur tentang metodologi penelitian dapat kita
temukan dua pendekatan yang sering digunakan untuk melahirkan ilmu
pengetahuan. Pendekatan yang pertama apa yang disebut dengan pendekatan
deduksi dan pendekatan yang kedua apa yang disebut dengan pendekatan
induksi.
Pendekatan Deduksi
Deduksi
dapat dikatakan berpikir dengan metode rasional untuk mendapatkan
kebenaran, atau deduksi adalah suatu proses guna menarik kesimpulan yang
bersifat individual dari pernyataan yang bersifat umum[8].
Dengan demikian penerapan metode deduktif secara nyata dalam perumusan
teori ekonomi Islam adalah mengambil prinsip-prinsip umum yang terdapat
dalam Al-Quran, As-Sunnah serta kajian-kajian para ahli hukum Islam
untuk kemudian diuraikan dalam definisi mikro ekonomi Islam yang lebih
khusus.
Metode
deduktif sebagaimana yang dikembangkan oleh para ahli hukum Islam,
dapat diterapkan pada ekonomi Islam dalam mendeduksi prinsip sistem
Islam itu dari sumber-sumber hukum Islam[9]. Di
dalam merumuskan teori ekonomi mikro Islam dengan pendekatan deduktif
ini dapat ditempuh dengan beberapa langkah. Diantara langkah-langkah
tersebut meliputi -secara berturut-turut- khazanah Islam, perumusan
masalah, penyusunan hipotesis, logika dan matematika, ramalan dan sikap
skeptis[10]..
Khazanah Islam baik dari Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam dan kajian
para ahli fiqh Islam memberikan inspirasi dan ide-ide untuk
mengembangkan teori mikro Islam yang kemudian dari sana dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi mikro Islam. Dalam
tahapan perumusan masalah ini perlu kiranya ditentukan permasalahan apa
yang ingin diteliti, apakah permasalahan yang sudah pernah diteliti
atau belum sama sekali. Setelah masalah ditentukan kita dapat memberikan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang dibuat yang biasa
disebut dengan hipotesa yang nantinya akan kita uji kebenaran hipotesa
ini, apakah ia ditolak atau tidak ditolak.
Proses
pengujian hipotesa ini akan sangat membantu bila mengunakan pendekatan
logika dan matematika. Matematika yang fungsinya sebagai alat (tolls)
mampu membantu perumusan teori dengan lebih akurat dan valid karena
sifanya yang pasti. Setelah hipotesa dibuat dan didukung dengan analisa
logika dan matematika maka kita dapat meramalkan atau menarik kesimpulan
dari rencana teori yang kita buat mengenai ekonomi mikro. Apakah
ramalan atau kesimpulan ini benar atau salah sangat tergantung nantinya
kepada hasil pengujian empiris. Untuk itu perlu kiranya berlaku kaidah ceteris paribus dan post non propter.
Aksi terakhir dari langkah kerja deduktif ini adalah sikap skeptis.
Sikap skeptis adalah suatu sikap yang diisi dengan semangat ilmiah. Atau
sikap untuk tidak mudah percaya sebelum ada pembuktian yang absah.
Karena upaya perumusan teori menuntut adanya penjelasan yang koheren
dengan pengetahuan yang telah dilakukan sebelumnya demikian juga dengan
kenyataan empirik.
Pendekatan Induksi
Pendekatan
induksi adalah pendekatan yang merumuskan dari hal yang khusus kepada
yang umum. Pendekatan ini melihat kepada kenyataan empiris kemudian
menyimpulkannya sebagai teori yang bisa mengeneralisasi fenomena
selanjutnya dan bahkan meramalkannya. Berdasarkan kepada dunia empirik
ini kita dapat melihat fakta atau sesuai dengan apa yang ada.
Implikasinya kepada perumusan teori ekonomi mikro Islam adalah bahwa
setiap fenomena-fenomena mengenai aktifitas mikro ekonomi dilapangan
dapat di induksi menjadi sebuah teori melalui penelitian-penelitian dan
tahapan-tahapan ilmiah. Untuk merumuskan fenomena-fenomena ekonomi mikro
menjadi sebuah teori yang mengeneral perlu ditempuh langkah-langkah
berikut [11]:
Keterangan :
1. Masalah
atau problem yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber
dari ketidaktahuan, keingintahuan, perbedaan dengan kenyataan dan
anggapan, dan sebagainya.
2. Hipotesis
adalah jawaban sementara atau anggapan atau teori sementara yang belum
dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ini merupakan jawaban yang diberikan
terhadap persoalan yang ditemukan di atas. Hipotesis ini dirumuskan
untuk memudahkan dan mengarahkan peneliti akan teori yang akan
dirumuskannya supaya jangan terlalu menyebar sehingga sukar dirumuskan..
Karena banyaknya permasalahan yang dikandung dalam setiap persoalan
maka perlu dirumuskan hipotesis ini.
3. Desain riset,
di sini kita mengunakan ilmu penelitian atau riset untuk mendesain
metodologi riset yang akan dilakukan untuk mencari jawaban atas
hipotesis yang dirumuskan di atas.
4. Pengukuran, di sini dibuat ukuran yang memudahkan upaya pembuktian agar lebih objektif dan sejalan dengan ilmu yang sudah ada.
5. Pengumpulan
data, dalam tahap ini data dikumpulkan dari objek penelitian yang
dijadikan sebagai lokus (lokasi) pengamatan atau penelitian.
6. Analisis data, pada tahap ini data yang terkumpul dianalisis dengan mengunakan berbagai metode ilmiah yang sudah diterima.
7. Generalisasi,
pada tahap ini kita sudah dapat merumuskan teori dari hasi analisis
data yang ada sebelumnya. Dengan demikian, lahirlah sekeping teori yang
akan masuk dalam verifikasi dan pengujian-pengujian. Biasanya teori
dapat berupa penerimaan atas hipotesis yang dibuat di atas.
Secara
keseluruhan dapatlah dikatakan bahwa para ekonom Islam yang bertekad
untuk memulai dengan serius, kini telah dapat memperoleh pengertian luas
tentang metoda penelitian deduktif dan induktif dalam merumuskan teori
dan kebijakan Islami. Karena, merupakan hal yang shahih untuk suatu
teori Islam sarat nilai yang ideal dapat mempunyai waktu dan ruang. Hal
ini diperlukan untuk menjelaskan tentang perilaku lembaga dan organisasi
ekonomik di masa lampau, sekarang dan membayangkannya untuk masa yang
akan datang. Tetapi ini harus dipahami dalam kerangka abadi yang lebih
luas dari prinsip-prinsip Al-Quran dan As-Sunnah[12].
Persiapan Sarana Pendukung (Hardware)
Sarana
pendukung untuk menegakkan ekonomi mikro Islam sangatlah penting karena
di dalam Al-Quran kita menemui firman Allah yang artinya[13] :
Artinya
: ”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang
orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya
akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan)”.
Sarana
pendukung ini (hardware) akan menjadi katalisator di dalam
mengaplikasikan ilmu maupun sistem ekonomi Islam. Tersedianya sarana
yang memadai akan memuluskan kemajuan ekonomi mikro Islam. Sarana juga
berfungsi sebagai laboratorium pengetesan teori-teori ekonomi mikro.
Dari laboratorium ini dapat kita lihat kenyataan empirik dan kekuatan
teori mikro Islam yang telah dirumuskan. Jika hasil tes dilaboratorium
menghasilkan kecenderungan negatif maka keabsahan teori mikro Islam yang
telah disusun hendaklah ditinjau kembali.
Sarana-sarana
tersebut dapat berupa lembaga-lembaga ekonomi Islam seperti lembaga
keuangan Islam, lembaga pendidikan ekonomi Islam, lembaga penelitian dan
pelatihan ekonomi Islam, dan lain sebagainya. Sedangkan lembaga non
ekonomi Islam dapat berupa lembaga sosial Islam, majelis persatuan
ulama, lembaga politik Islam, lembaga pemikiran dan ilmu pengetahuan
Islam, dan lain sebagainya. Semua lembaga yang telah disebutkan di atas
hendaklah sungguh-sungguh dan saling bersinergi dalam membangun ekonomi
mikro Islam. Oleh karenanya merupakan sebuah keniscayaan
bagi pengembangan ekonomi mikro Islam untuk mempersiapkan perangkat
kerasnya sehingga memudahkan langkah-langkah ekonomi mikro Islam menuju
suatu konsep dan sistem yang adil.
Pendirian Lembaga-Lembaga Ekonomi Islam
Sebagaimana
kita ketahui dalam perkembangannya dewasa ini, bahwa tumbuhnya ekonomi
mikro Islam justru dimulai dari berdirinya lembaga-lembaga ekonomi
Islam, baru kemudian diikuti oleh teorinya. Munculnya berbagai lembaga
ekonomi Islam merupakan suatu isyarat yang mengambarkan kekuatan baru
ekonomi Islam. Perannya sudah mulai dirasakan oleh masyarakat secara
signifikan terutama dalam hal menciptakan rasa keadilan. Demikian juga
perbedaan yang ditimbulkannya, lembaga ekonomi Islam semakin memantapkan
diri untuk mau berkompetisi secara fair dengan lembaga-lembaga ekonomi
di luar lembaga ekonomi Islam. Tentunya upaya-upaya perkembangan lembaga
ekonomi Islam haruslah terus ditingkatkan dan mendapat perhatian yang
serius dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun para pemerhati
ekonomi Islam. Namun demikian, perkembangan lembaga-lembaga ekonomi
Islam hari ini belumlah sepenuhnya maksimal dan lengkap. Kita
mengharapkan perkembangan lembaga-lembaga ekonomi Islam lainnya akan
mampu melengkapi bangunan ekonomi Islam secara utuh.
Secara
umum lembaga ekonomi Islam tersebut dapat kita bedakan kepada dua
kelompok besar yakni, lembaga keuangan dan lembaga non keuangan. Lembaga
keuangan dapat berupa perbankan, pasar uang, pasar modal, asuransi,
BMT, koperasi syariah, lembaga zakat dll. Sedangkan lembaga non keuangan
dapat berupa lembaga pendidikan & penelitian ekonomi Islam, lembaga
training ekonomi Islam, lembaga arbitrase, dan lain sebagainya.
Berbagai bentuk lembaga yang menjadi pendorong tumbuhnya ekonomi mikro
Islam di atas berfungsi sebagai laboratorium implementasi konsep ekonomi
mikro Islam. Keabsahan teori-teori ekonomi mikro Islam yang telah
disusun dapat dibuktikan pada lembaga-lembaga ini. Dan sebaliknya,
lembaga-lembaga ekonomi Islam juga berfungsi sebagai fasilitator,
inspirator dan motivator di dalam penyusunan teori ekononi mikro Islam.
Namun perkembangan lembaga ekonomi Islam terutama yang bersifat public service mestilah
mampu menjawab tantangan dan objektifitas masyarakat. Hal ini bertujuan
agar kerentanan eksistensi lembaga ekonomi Islam bisa di atasi.
Lembaga-lembaga keuangan Islami tidak cukup sekedar mengandalkan
fanatisme-emosional umat. Andalan demikian sangat rentan (vulnerable),
bersifat temporal karena reaktif, dan justru bisa menimbulkan bumerang
baik bagi dirinya sendiri maupun bagi umat Islam. Berkenaan dengan
konteks ini, maka pengenalan, propaganda, sosialisasi dan
pembudayaan/pembumian lembaga-lembaga keuangan Islami (baik secara
langsung melalui proses pendidikan dan pengajaran). Haruslah dilengkapi
dengan pendekatan sentimen universal. Argumentasi objektif-rasional yang
diterima akal dan menyentuh kebutuhan manusiawi secara universal, harus
tersedia dalam menjelaskan konsep lembaga keuangan Islam. Jadi,
tidaklah cukup menawarkan dan mengajarkan lembaga-lembaga keuangan
Islami hanya dengan pendekatan primordial-emosional ; yang mendudukkan
manusia semata-mata pada konteks tunggal hablun minallah[14].
Pembentukkan Bersama Pasar Islam
Pasar
memiliki peran strategis di dalam mendorong perkembangan ekonomi mikro
Islam. Pasar adalah sebuah mekanisme yang dapat mempertemukan pihak
penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi atas barang dan jasa, baik
dalam bentuk produksi maupun penentuan harga. Syarat utama terbentuknya
pasar adalah adanya pertemuan antara pihak penjual dan pembeli, baik
dalam satu tempat ataupun dalam tempat yang berbeda[15].
Disamping itu pasar juga merupakan wujud alokasi sumber daya ekonomi.
Dalam proses ini keputusan yang diambil baik oleh produsen maupun
konsumen di dalam pasar yang Islami adalah bersandarkan kepada
nilai-nilai syariah Islam[16].
Berdasarkan kepada interaksi produsen dan konsumen di atas proses cyclical
ini secara tidak langsung akan menguntungkan kedua belah pihak.
Produsen akan mendapatkan profit dan konsumen akan mendapatkan manfaat.
Jika hipotesa yang kita ajukan adalah untuk membentuk pasar Islami, maka
secara tidak langsung yang akan diuntungkan adalah produsen dan
konsumen yang loyal terhadap nilai-nilai Islam. Dalam skala yang lebih
makro akan menguntungkan Islam dan ekonominya.
Secara
umum pasar dapat dibagi dua dalam ekonomi Islam, pasar uang/modal dan
pasar barang. Bentuk bersama pasar ekonomi Islam –uang/modal-
akhir-akhir ini sudah mulai kita lihat terutama di Indonesia misalnya,
pasar uang antar bank syariah, jakarta Islamic indeks, reksadana
syariah, obligasi syariah dan lain-lain. Sedangkan pasar barang dapat
berupa produksi produk-produk yang Islami yang akhir-akhir ini banyak
juga kita lihat baik berbentuk perusahaan manufaktur ataupun MLM dan
berbagai jenis usaha-usaha Islami lainya yang berskala mikro ataupun
makro. Semua bentuk pasar ini adalah manifestasi dari sistem ekonomi mikro Islam, walaupun masih belum maksimal.
Terbentuknya
sebuah pasar bersama ekonomi Islam akan memberikan perubahan secara
signifikan dalam perkembangan ekonomi mikro Islam. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah :
1. Pasar
bersama ekonomi Islam akan menciptakan potensial market bagi produksi
barang-barang dan jasa yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.
2. Dari
sisi riset dan pengembangan teori, pasar bersama Islam ini akan menjadi
sebuah tempat pengetesan teori yang dibangun dan sekaligus sebagai
inspirator di dalam perumusan teori yang belum ada berdasarkan pada
kasus yang ada di dalam pasar bersama Islam.
3. Terbentuknya
siklus manfaat ekonomi, misalnya peredaran uang dan keuntungan bagi
para pelaku ekonomi Islam yang notabanenya adalah ummat Islam.
4. Dalam jangka panjang manfaat dari siklus ini adalah menguatnya perekonomian ummat Islam baik secara individu maupun kolektif.
5. Jika perekonomian umat Islam sudah menguat maka ia akan bisa bersaing dengan model-model ekonomi lainnya.
6. Dan jika terbukti pasar Islam mampu eksis dan memberikan value yang lebih dibandingkan dengan model pasar lainnya maka ekonomi Islam akan menjadi leader.
Jika
indikator-indikator di atas dapat diwujudkan dalam pasar Islam
berdasarkan pada skala prioritas dan sistematikanya. Maka akan
mempercepat perkembangan ekonomi mikro Islami. Terutama dalam perumusan
teori dan manfaatnya terhadap perwujudan kesejahteraan masyarakat,
sebagaimana firman Allah Swt [17]:
Artinya
: Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya.
Peran Para Pengerak Ekonomi Islam (Brainware)
1. Peran Ulama dan Ahli Ekonomi Islam
Pembahasan
mengenai peran ulama dan akademisi di dalam membangun ekonomi mikro
Islam tidak terlepas dari pembangunan Islam secara keseluruhan. Islam
pada hari ini -menurut para pemerhati Islam- sedang mengalami kemunduran
dalam segala bidang, baik dalam bidang keimanan, moral maupun masalah
keduniaan. Berbagai kemunduran ini disebabkan oleh mundurnya perhatian
ummat Islam terhadap ilmu pengetahuan[18].
Dan sulitnya lagi para sarjana Islam hari ini memiliki tipologi
intelektual yang dualistis, yakni cenderung kepada pemikiran barat
(sekularisme) dan kekafahan Islam[19].
Dalam konteks ini -membangkitkan tradisii intelektual umat dan
purifikasi ajaran Islam yang komprehensif dan integral- adalah sebuah
keniscayaan peran ulama dan akademisi sangat dibutuhkan.
Ulama
adalah simbol spritual ummat dan sebagai pembimbing di dalam
mengarahkan dan membentuk karakter masyarakat Islam. Peran ulama, kita
harapkan tidak hanya sebatas pada kajian-kajian agama belaka tapi lebih
dari pada itu. Ulama hendaknya juga memiliki pretensi kepada hal-hal sosial, politik dan bahkan ekonomi[20].
Lebih spesifik lagi -dalam bidang ekonomi- para ulama hendaknya mampu
mendeduksi norma-norma sumber hukum Islam menjadi sebuah postulat dan
konsep ekonomi Islam. Demikian juga halnya dengan para ekonom muslim.
Hendaknya mereka berusaha mensinergikan ekonomi konvensional dengan
ekonomi Islam berdasarkan kepada pengalaman-pengalaman empiris mereka.
Untuk itu ada beberapa spesifikasi para ahli yang kita butuhkan di dalam
membangun ekonomi Islam secara umum dan ekonomi mikro Islam secara
khusus, mereka adalah, orang yang ahli dalam bidang syariah (Ulama),
orang yang ahli dalam bidang ekonomi (Ekonom Muslim), dan orang yang
memiliki keahlian ekonomi dan syariah sekaligus[21].
Pertanyaan
kita selanjutnya adalah peran apa saja yang bisa dilakukan oleh para
ulama dan akademisi di dalam membangun ekonomi mikro Islam. Untuk menjawabnya ada dua peran utama yang mesti dilakukan oleh ulama dan akademisi ekonom muslin, peran tersebut adalah :
1. Perumusan
teori ekonomi mikro Islam. Sebagaimana kita jelaskan sebelumnya ekonomi
mikro Islam dapat di gali dengan mengunakan metode induksi dan deduksi.
Metode deduksi dapat di perankan oleh para ulama dengan mengali
dalil-dalil yang bersumber dari Al-Quran, As-Sunnah, Qiyas dan Ijma’. Yang
kemudian memformulasikannya dalam bentuk teori ekonomi. Sedangkan para
akademisi (ekonom muslim) memerankan metode induksi/restropektif dengan
merumuskan teori-teori ekonomi mikro Islam berdasarkan kepada
teori-teori ekonomi konvensional dan temuan-temuan lainnya di lapangan.
2. Pendidikan
dan pengajaran. Pendidikan dan pengajaran diberikan dalam bentuk
kuliah-kuliah tentang ekonomi Islam baik secara formal pada universitas
dengan membuka program-program S1, S2 ataupun S3, maupun kuliah-kuliah
informal pada forum-forum diskusi.
Dengan
efektifnya kedua peran ini pada ulama dan akademisi ekonom muslim maka
pengembangan ekonomi mikro Islam secara teoritis (software) dan persipan
pelaksana (brain ware) sudah menuju kepada pencerahan ekonomi Islam,
semoga.
2. Peran Umara dan Negara
Umara
dan negara adalah komponen dari sistem ekonomi Islam. keterlibatan
umara dan negara tidak hanya pada saat tertentu saja atau temporer.
Sistem ekonomi Islam menganggap Islam sebagai sesuatu yang ada di pasar
bersama-sama dengan unit-unit ekonomik lainnya berdasarkan landasan yang
tetap dan stabil. Ia dianggap sebagai perencana, pengawas, produsen dan
juga sebagai konsumen[22].
Selain dari hal di atas peran negara diperlukan dalam instrumentasi dan
fungsionalisasi nilai-nilai ekonomi Islam dalam aspek legal,
perencanaan dan pengawasannya dalam pengalokasian distribusi
sumber-sumber maupun dana, pemerataan pendapatan dan kekayaan serta
pertumbuhan dan stabilisasi ekonomi[23].
Dalam
kaitannya dengan implementasi nilai-nilai syariah Qardhawi menjelaskan
bahwa tugas negara Islam adalah mengubah pemikiran menjadi amal
perbuatan, mengubah nilai menjadi hukum undang-undang, memindahkan
moralitas kepada praktek-praktek kongkrit, dan mendirikan berbagai
lembaga dan instansi yang dapat melaksanakan tugas penjagaan dan
pengembangan semua hal tersebut. Juga monitoring pelaksanaan setelah itu
; sejauh manakah pelaksanaan dan ketidak disiplinan terhadap kewajiban
yang diminta dan menghukum orang yang melanggar atau melalaikan dengan
pelecehan. Tugas negara adalah berupaya untuk menegakkan kewajiban dan
keharusan mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan, khususnya
dosa-dosa besar, seperti riba, perampasan hak, pencurian, dan kezhaliman
kaum kuat terhadap kaum lemah[24].
Jika
kita kelompokkan beberapa peran di atas berdasarkan objek perannya,
maka peran pemerintah dalam ekonomi Islam dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok besar yakni : pertama, peran yang berkaitan dengan
implementasi nilai dan moral Islam. Kedua, peran yang berkaitan dengan
teknis operasional mekanisme pasar, dan ketiga, peran yang berkaitan
dengan kegagalan pasar. Peran pemerintah ini dapat dilakukan dengan
memakai berbagai pendekatan yang efektif, baik pendekatan
ekonomi, budaya atau hukum. Berbagai pendekatan ini harus digunakan
secara proporsional agar peran pemerintah dapat efekif[25].
Jika
kita lihat dan teliti dengan seksama pendapat-pendapat para ahli
ekonomi Islam di atas, jelaslah bahwa peran umara dan negara dalam
pengembangan ekonomi mikro Islam sangat menentukan. Hal ini disebabkan
karena pemerintah tidak hanya berfungsi sebagai regulator dan
supervison, namun lebih jauh dari itu pemerintah juga berfungsi sebagai
produsen, konsumen dan distributor sebagaimana ketiga hal ini adalah ruh
dari ekonomi mikro Islam.
Satu
hal yang menarik kita bahas dalam fenomena kontemporer sekarang ini
adalah peran para pemimpin suatu negara di dalam memajukan sistem
ekonomi Islam secara umum. Jika pemimpin suatu negara memiliki
keberpihakan yang kuat terhadap Islam maka peluang untuk mengembangkan
ekonomi mikro Islam akan terbuka lebar. Namun sebaliknya jika pemimpin
suatu negara tidak memiliki keberpihakan yang kuat terhadap Islam -dan
bahkan dalam bentuk yang lebih ekstrim memusuhi Islam- maka peluang
untuk pengembangan ekonomi mikro Islam akan terganjal[26].
Namun
demikian peran yang paling dominan bagi pemerintah di dalam
mengembangkan ekonomi mikro Islam adalah peran supportnya yang berupa
membuka peluang selebar-lebarnya untuk penelitian dan pengembangan
ekonomi mikro Islam, membuat peraturan-peraturan yang kondusif bagi
pengembangan ekonomi Islam, dan yang sangat bersifat classic adalah menyediakan anggaran bagi upaya pengembangan ekonomi mikro Islam.
3. Peran Organisasi-Organisasi Islam
Organisasi-organisasi
yang kita maksudkan di sini adalah organisasi-organisasi sosial
kemasyrakatan, organisasi pergerakan Islam, organisasi politik Islam,
maupun organisasi persatuan negara-negara Islam baik yang berskala
nasional maupun berskala Internasional. Peran yang bisa dijalankan oleh
organisasi-organisasi Islam di dalam pengembangan ekonomi mikro Islam
adalah penyadaran masyarakat -baik secara individu maupun secara
kolektif- akan urgensi eksistensi ekonomi Islam di dalam mensejahterakan
masyarakat.
Upaya-upaya penyadaran ini dapat dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam melalui program-program keummattannya, dan meng-insert-kan
ke dalam visi dan misi organisasi. Selain itu memberikan pengetahuan
dan pendidikan yang bersifat masif akan pentingnya membangkitkan ekonomi
ummat Islam juga diperlukan. Dan yang tak kalah pentingnya adalah
memberitahukan tentang kelemahan-kelemahan sistem ekonomi konvensional
dengan segala konsekuensi yang telah ditimbulkanya. Upaya-upaya
teknis-sosialisasi seperti seminar, program sosial, penerbitan majalah
dan bulletin, juga memiliki tingkat pengaruh yang cukup efektif di dalam
pengembangan ekonomi mikro Islam.
Peran
selanjutnya yang bisa dijalankan oleh organisasi-organisasi Islam
adalah upaya kolektif mereka dalam mendirikan lembaga informal ekonomi
mikro Islam, seperti BMT, LAZIS, MLM Syariah, perusahaan manufaktur, dan
lain sebagainya. Lembaga informal ekonomi Islam ini merupakan pasar
bagi masyarakat yang ingin mengakses kegiatan ekonomi Islam. Apa yang
kita harapkan dari upaya ini adalah timbulnya siklus ekonomi ummat Islam
di mana semua potensi ekonomi ummat berputar dari, oleh dan untuk ummat
Islam. Dan dalam jangka panjang hal ini akan menjadi kekuatan yang
kokoh di dalam pengembangan ekonomi mikro Islam, sekaligus menjadi model
masyarakat-ekonomi Islam.
Proses
peran organisasi-organisasi Islam ini tidak hanya bersifat lokal,
nasional ataupun regional tetapi juga bersifat internasional. Organisasi
seperti OKI (Organisasi Konfrensi Islam) yang beranggotakan
negara-negara Islam memiliki pengaruh yang cukup besar di dalam
mengarahkan perhatian dunia tentang isu kebangkitan ekonomi Islam. Di
antara berbagai negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI ini dapat
melakukan kerjasama ekonomi dalam berbagai bentuk dan jenis
perdaganggannya. Sehingga potensi ekonomi umat Islam terus tumbuh dan
memperlihatkan taringnya. Demikian juga dengan rekomendasi-rekomendasi
yang dihasilkan dalam konfrensi-konfrensi nasional maupun internasional
organisasi Islam. Rekomendasi tersebut dapat berupa rekomendasi untuk
mengunakan sistem ekonomi Islam di negara-negara yang mayoritas muslim.
Dengan
adanya upaya penyadaran terhadap masyarakat, pendirian lembaga-lembaga
informal ekonomi keummattan dan menjadikan isu pengembangan ekonomi
mikro Islam tergabung dalam visi, misi dan program organisasi-organisasi
Islam, maka pengembangan ekonomi mikro Islam akan dapat berjalan lancar.
Kebangkitan Sistem Ekonomi Mikro Islam.
Tesis
Fukuyama yang mengatakan bahwa akhir dari perkembangan politik adalah
demokrasi-liberal dan akhir dari revolusi perkembangan ekonomi adalah
kapitalisme adalah tidak memiliki landasan yang kuat baik secara
historis, teoritis maupun realitas yang ada[27].
Dan sebuah kebodohan jika umat Islam mengaminkan tesis di atas dan
merasa pesimis dengan kebangkitan ekonomi Islam. Kepesimissan ini
tidaklah mendapatkan legitimasi dari dalil-dalil syara’.
Dalam Al-Quran, As-Sunnah dan bahkan realitas yang ada banyak sekali
terdapat ayat-ayat yang memberikan kabar gembira bagi kebangkitan Islam
secara umum. Yusuf Qaradhawi beralasan bahwa kebangkitan Islam secara
umum disebabkan banyaknya kekuatan yang dimiliki umat Islam, kekuatan
tersebut dapat berupa kekuatan sumber daya manusia, kekuatan materi dan
ekonomi dan kekuatan ruh[28]. Dan Allah Swt juga telah menjanjikan kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana terdapat dalam firman-Nya[29]:
Artinya
: Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,
Beberapa
dekade belakangan ini dapat juga kita saksikan bersama bahwa lonceng
kebangkitan ekonomi Islam sudah dipukul. Oleh karena itu kita semua
berkewajiban untuk bahu membahu menyampaikan risalah suci ini kepada
seluruh umat bahwa Islam adalah sebuah solusi bagi keterpurukan
peradaban umat manusia hari ini. Yang diperlukan sekarang adalah
bagaimana umat Islam memiliki kemauan yang kuat dan persatuan di dalam
membangun bangunan ekonomi Islam.
Fenomena Dual Economic System dan Tren Pertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah (Kasus Indonesia).
Patut
kiranya kita bersyukur kepada Allah, ditengah-tengah berbagai krisis
yang melanda masyarakat dan bangsa kita, kegiatan ekonomi syariah
memperlihatkan tanda-tanda yang cukup mengembirakan, walaupun masih
dijumpai berbagai kekurangan dan kelemahan. Tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut[30] :
- Tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah seperti, bank-bank syariah, asuransi syariah, BPR syariah, BMT, maupun lembaga keuangan lainnya. Dilihat dari kesehatan perbankan, ternyata bank-bank syariah pada umumnya memiliki kesehatan yang cukup baik.
- Tumbuh dan berkembangnya badan amil zakat dan lembaga amil zakat yang dikelola secara terbuka, dinamis, profesional, dengan berbagai program pemberdayaan zakat, infak, dan sedekah yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
- Kesadaran masyarakat untuk mengeluarkan ZIS-nya melalui BAZ/LAZ dan kesadaran masyarakat untuk berinteraksi dengan lembaga keuangan syariah cukup memberikan harapan, walaupun masih perlu terus-menerus ditingkatkan.
- Kajian-kajian ekonomi Islam diberbagai lembaga, formal maupun informal cukup meningkat secara meyakinkan.
- Timbulnya kesadaran kolektif untuk membangun dan mengembangkan ekonomi Islam secara bersama-sama. Kerjasama antara ulama, cendekiawan, praktisi ekonomi, pejabat pemerintah, anggota DPR/DPRD, dan para tokoh masyarakat, secara luas sudah mulai tampak, meski masih perlu terus-menerus ditingkatkan.
Demikian
juga halnya dengan perkembangan ekonomi mikro di Indonesia. Semenjak
tahun 1998 (dimulainya krisis multidimensi) sepertinya peluang untuk
kebangkitan ekonomi mikro semakin terbuka lebar. Data BPS Desember 1998
menunjukkan bahwa terdapat 39,8 juta pengusaha di Indonesia, di mana
99,8% adalah pengusaha kecil dan hanya 0,2% pengusaha besar dan
menengah. Dari jumlah 39,8% di atas, komposisi sektoral adalah pertanian
62,7%, perdagangan, perhotelan dan restoran 22,67%, industri 5,7% dan
jasa sebesar 3,9%. Dari komposisi volume usaha sejumlah 99,85% volume
usahanya di bawah 1 milyar, 0,14% di antara 1-50 milyar, dan 0,01% yang
di atas 50 milyar. Dari komposisi penyerapan tenaga kerja, kelompok
pertama tersebut menyerap 88,66%, kelompok kedua menyerap 10,78% dan
yang ketiga menyerap 0,56%[31].
Dari data ini dapat kita simpulkan bahwa sektor mikro ekonomi berperan
sangat penting di dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Berbagai
fenomena kebangkitan ekonomi Islam di atas serta terdapatnya berbagai
peluang-peluang yang cukup besar untuk pengembangan ekonomi Islam
-khususnya mikro- menuntut adanya pemberlakuan dual economic system[32] di Indoensia. Pemberlakuan dual economic system
ini juga menjadi rekomendasi Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)
-yang mengadakan muktamar di Medan pada tanggal 18-19 September 2005
kemaren- kepada Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.
Rekomendasi
IAEI ini tentunya memiliki beberapa argumen dan indikator yang
memberanikan mereka merekomendasikan ini kepada Presiden Republik
Indonesia.. Di antara argumentasi tersebut mungkin pertumbuhan perbankan
syariah yang demikian cepat. Di mana pada tahun 2004 pertumbuhan
perbankan syariah di Indoensia mencapai angka 70-80% walaupun pada tahun
2005 pertumbuhan ini mengalami penurunan sebesar 40-50%. Dan yang lebih
mengejutkan lagi bahwa Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan
perbankan tercepat di dunia[33].
Semua indikator ini memberikan bukti yang cukup kuat akan kekuatan
sistem ekonomi Islam dan ketahananya di dalam menghadapi krisis ekonomi
di Indonesia.